Masa berburu
Sebagian kecil dari bukti-bukti kehidupan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana telah ditemukan di Desa Sembiran (Singaraja) dan di tepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani). Alat-alat batu yang ditemukan di kedua daerah tersebut, kini disimpan di museum Gedung Arca di Bedulu, Gianyar dan dapat digolongkan sebagai kapak perimbas, kapak genggam, pahat genggam, serut, dan sebagainya. Kehidupan penduduk pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya. Daerah-daerah yang dipilih adalah daerah yang mengandung persediaan bahan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Tempat semacam ini pada umumnya adalah padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil. Sumber air biasanya terdapat pula di daerah semacam itu dan di tempat-tempat ini pula binatang-binatang berdatangan untuk mencari air minum atau mencari mangsanya.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan pada tingkat lanjut berhasil ditemukan pada tahun 1961 di gua Selonding, Pecatu (Badung). Gua ini terletak di pegunungan gamping di Semenanjung Benoa. Dalam penggalian di gua Selonding ditemukan alat-alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang, yaitu sudip tulang, lancipan tulang yang kedua ujungnya tajam, dan alat tusuk dari tanduk rusa. Yang menarik adalah lancipan tulang yang kedua ujungnya tajam karena alat ini menunjukkan pertalian kebudayaan dengan daerah Sulawesi Utara dan Australia. Di samping itu, ditemukan juga gigi-gigi binatang , misalnya gigi-gigi babi, kijang, binatang pemakan serangga, dan sejumlah kulit kerang dan siput, yang mungkin sekali merupakan sisa-sisa makanan. Di antara alat-alat ini tidak ditemukan tulang belulang manusia.
Masa bercocok tanam
Sisa-sisa kehidupan masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa pahat batu dalam berbagai ukuran, belincung, dan penarah batang pohon. Alat-alat ini tidak ditemukan dalam suatu penggalian, tetapi merupakan temuan lepas, misalnya berasal dari Palasari, Kediri, Bantiran, Pulukan, Kerambitan, Payangan, Ubud, Pejeng, Selulung, Kesiman, Selat, dan Bali Utara (Buleleng). Sebagian alat-alat yang dibuat dari batu ini memperlihatkan perimping-perimping (bekas pemakaian), terutama alat-alat pahat dan penarah batang pohon. Di antara alat-alat ini juga tidak ditemukan sisa-sisa tulang manusia. Alat-alat tersebut menunjukkan bahwa pada masa ini manusia telah mencapai suatu kemajuan di dalam hidupnya
Cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan secara berangsur-angsur telah ditinggalkannya. Mereka mulai hidup menetap di suatu tempat tertentu serta mulai mengembangkan suatu penghidupan baru, yaitu kegiatan bercocok tanam sederhana dan menjinakkan binatang-binatang tertentu. Tempat-tempat temuan alat-alat tadi menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Pulau Bali telah didiami. Mereka tetap memilih daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber makanan dan air yang cukup dan merupakan daerah yang aman dari gangguan binatang-binatang buas yang berkeliaran di sekitarnya.
Masa perundagian
Kehidupan masyarakat pada masa ini telah memiliki dasar-dasar yang kuat dari masa sebelumnya. Masa perundagian ini ditandai oleh suatu kemajuan teknologi yang pesat sekali, yaitu dengan ditemukannya bijih-bijih logam dan cara melebur logam untuk dijadikan berbagai benda yang dikehendakinya. Sejumlah benda yang dibuat dari perunggu telah ditemukan di daerah Bali sebagai hasil karya yang mengagumkan dan merupakan hasil daya cipta yang tinggi. Benda temuan yang terkenal dari masa perundagian adalah nekara perunggu di Desa Pejeng (Gianyar), yang bentuknya menyerupai sebuah dandang terbalik atau tertelungkup. Nekara ini disimpan di Pura Penataran Sasih di Pejeng dan dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Nekara lainnya ditemukan di Desa Peguyangan (Kota Denpasar) dan Bebitra (Gianyar). Kedua nekara ini sudah tidak lengkap lagi, hanya terdiri atas bidang pukul dan mempunyai hiasan-hiasan pola binatang, garis-garis patah, garis-garis bergelombang atau berombak, dan sebagainya. Benda-benda lainnya yang dibuat dari perunggu telah ditemukan pula di daerah Bali, antara lain tajuk perunggu, gelang kaki dan tangan, cincin, anting-anting, ikat pinggang, sarung atau pelindung tangan, dan giring-giring perunggu.
Pada umumnya benda-benda ini ditemukan dalam peti mayat (sarkofagus) yang tersebar hampir di seluruh Bali. Sebagian benda-benda ini ada pula yang ditemukan di dalam kuburan di tepi pantai Teluk Gilimanuk (Jembrana). Kecuali itu, terdapat pula benda temuan yang menarik perhatian, yaitu tutup mata dari emas yang ditemukan di dalam peti mayat di Pangkung Liplip (Jembrana) dan manik-manik dari emas di dalam peti mayat di Desa Marga Tengah (Gianyar). Di kuburan di tepi pantai Gilimanuk ditemukan pula benda-benda mas yang berbentuk kerucut. Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara- cara tertentu. Adapun cara penguburan pertama adalah dengan menggunakan peti mayat atau sarkofagus, yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras. Cara penguburan yang kedua adalah dengan menggunakan tempayan yang terbuat dari tanah liat, seperti ditemukan di pantai Teluk Gilimanuk (Jembrana).
0 comments:
Post a Comment